02 April 2009

UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME PRAJURIT KOSTRAD DI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS KEDEPAN GUNA MENJAGA KEUTUHAN WILAYAH NKRI


Oleh : Mayjen TNI  Bambang Suranto - Danseskoad
I. PENDAHULUAN.
      Perkembangan lingkungan strategis telah membawa perubahan yang signifikan dalam semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam percaturan global antar negara. Perubahan tersebut juga telah membawa perubahan hakekat ancaman yang dihadapi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam bidang pertahanan, bangsa Indonesia telah melihat berbagai potensi ancaman yang mungkin dihadapi oleh NKRI baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri. Ancaman potensial yang terjadi saat ini seperti separatisme, pencurian kekayaan alam, penyelundupan senjata, pembuangan limbah kimia di wilayah NKRI maupun pelanggaran wilayah negara oleh negara lain yang dapat memunculkan konflik antar negara menuntut adanya kesiapan satuan-satuan TNI untuk menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi. Oleh karena itu untuk menghadapi ancaman potensial yang setiap saat terjadi berkaitan dengan dinamika perubahan yang demikian cepat maka diperlukan pembenahan dan penataan satuan-satuan TNI terutama pada aspek kekuatan dan kemampuan khususnya satuan-satuan Kostrad sebagai kekuatan satuan pemukul yang siap ditugaskan dalam menghadapi setiap ancaman di beberapa trouble spot secara bersamaan di seluruh wilayah NKRI.
       Di satu sisi Kostrad sebagai kotama pembinaan dan Operasi senantiasa dituntut untuk mampu mengoptimalkan kemampuan satuan-satuan jajarannya dihadapkan pada tuntutan tugas yang harus dilaksanakan melalui latihan-latihan secara terprogram dengan standart yang ditentukan. Disamping itu melalui berbagai pengkajian dan evaluasi atas kegagalan pelaksanaan tugas pokok di daerah operasi maupun di home base yang selama ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kepemimpinan, rendahnya tingkat profesionalisme prajurit perorangan maupun satuan harus menjadi fokus utama dalam peningkatan kemampuan satuan Kostrad. Adapun beberapa kelemahan yang terjadi saat ini pada prajurit/satuan Kostrad lebih bermuara pada keterampilan teknik, taktik, fisik, non teknik dan materiil serta alut sista yang ada dalam mendukung profesionalisme satuan Kostrad dalam pelaksanaan tugas.
       Tulisan ini tidak bermaksud memperbesar kekuatiran akan kemampuan profesionalisme prajurit Kostrad saat ini, tetapi lebih memberikan gambaran kemungkinan perlunya upaya meningkatkan profesionalisme prajurit Kostrad dalam menghadapi tantangan tugas ke depan. Mengalir dari latar belakang diatas, maka pokok permasalahan adalah “Bagaimana meningkatkan profesionalisme satuan Kostrad secara obyektif sebagai perwujudan kesiapan TNI dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, kebijakan strategis tentang peningkatan profesionalisme satuan Kostrad harus dirancang dengan cermat dan berkesinambungan sampai terwujud profesionalisme yang diharapkan di tengah sulitnya anggaran pembangunan kekuatan untuk dinaikkan.

II. TUNTUTAN PROFESIONALISME PRAJURIT DAN SATUAN KOSTRAD
      Keberhasilan meraih sukses adalah harapan dari setiap satuan yang bertugas di daerah operasi, untuk mendapatkan sukses tersebut tidak demikian mudahnya diraih. Karakteristik alam, budaya dan kondisi sosial masyarakat turut mempengaruhi eksistensi keberhasilan satuan Kostrad di daerah operasi. Keberhasilan satuan-satuan Kostrad dengan segudang prestasi di daerah operasi tidak tergantung pada satu bidang saja, namun dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang. Satuan Kostrad yang disiapkan dalam rangka pelaksanaan tugas operasi di daerah tentunya diharapkan memiliki kemampuan dan profesionalisme yang handal dimulai dari proses penyiapan satuan, pembekalan operasi serta melengkapi kekurangan – kekurangan yang ada di satuan sehingga didapatkan suatu kondisi kemampuan dan profesionalisme satuan Kostrad yang diharapkan. Adapun beberapa tuntutan dari profesionalisme prajurit Kostrad yang harus senantiasa untuk dijaga meliputi aspek keterampilan teknik, aspek keterampilan taktik, dan aspek fisik, serta tak kalah pentingnya adalah aspek non teknik guna mendukung profesionalisme prajurit Kostrad. Adapun aspek-aspek yang dikehendaki dimiliki oleh setiap prajurit Kostrad adalah sebagai berikut : Pertama, aspek keterampilan teknik menembak, Prajurit Kostrad dituntut memiliki kemampuan menembak di segala keadaan medan dan situasi dengan respon dan akurasi yang tinggi, tuntutan pada keadaan ini prajurit tersebut harus terlatih dan dapat menguasai situasi yang muncul secara tiba-tiba dan memilki kemampuan menembak dengan sasaran bergerak serta dapat memperkirakan perkenaan terhadap kemampuan lari lawan di daerah hutan maupun pegunungan. Kedua, aspek keterampilan Disiplin Tempur, Prajurit Kostrad dituntut mampu bergerak secara senyap/rahasia tanpa diketahui oleh masyarakat maupun musuh/lawan dengan memanfaatkan medan, perlindungan dan keadaan gelap. Siapapun orangnya apabila sudah berada daerah operasi ataupun sektor maka tidak ada alasan untuk tidak diketahui ke arah mana tujuan gerakan bahkan masyarakat sekalipun. Ketiga, aspek keterampilan intelpur, Prajurit Kostrad harus memilki kemampuan menilai suatu situasi/keadaan secara responsif serta dapat melakukan interograsi taktis dilapangan terhadap tawanan yang didapat secara akurat dan cepat minimal mencakup, berapa kekuatan dan persenjataan mereka, kelompok dan pimpinnannya serta kegiatan apa yang direncanakannya. Disamping itu diharapkan prajurit Kostrad memiliki kemampuan menjejaki musuh/lawan secara rahasia dengan memanfaatkan kelemahan disiplin tempur mereka seperti bekas-bekas bivak, sampah bekas makanan, puntung rokok dan kotoran lain, sehingga setiap individu prajurit dapat memanfaatkan peluang ini secara baik sebagai awal dari keterangan / tanda yang perlu segera dijejaki dan ditindak lanjuti. Tak kalah pentingnya dari semua ini adalah kemampuan prajurit Kostrad dalam penguasaan medan. Kemampuan yang dituntut untuk penguasaan medan seperti membaca medan, situasi serta mampu memprediksikan dengan baik akan keadaan medan yang ada dihadapkan dari kemungkinan penggunaan tempat tinggal dan pelarian lawan/musuh setelah terjadi kontak melalui pendekatan evaluasi kejadian kontak secara terus menerus.
      Di samping tuntutan profesionalisme prajurit pada aspek keterampilan teknik, maka tidak kalah pentingnya adalah pada aspek keterampilan taktik seperti; penguasaan taktik patroli, penguasaan kegiatan pengepungan kampung dan pembersihan rumah secara terintegrasi antar satuan dengan baik melalui perencanaan dan persiapan yang matang disertai latihan pendahuluan guna menjaga faktor keamanan dan kelancaran dalam pelaksanaan, kemampuan memelihara kontak dan pengejaran yang baik dalam melumpuhkan lawan/musuh saat kontak dengan mengikatnya melalui tembakan sehingga lawan tidak dapat meninggalkan daerah pertempuran. Keterampilan taktik melakukan patroli di daerah rawa bagi satuan yang akan melaksanakan juga perlu untuk dilatihkan, agar secara teknis dan taktis satuan Kostrad memiliki kemampuan operasional dalam mengatasi medan rawa. Adapun untuk mendukung profesionalisme prajurit Kostrad maka dibutuhkan adanya kemampuan fisik yang prima dan tangguh dalam mengatasi segala macam bentuk medan dan cuaca dengan tingkat kelelahan yang rendah. Di samping itu setiap prajurit juga mempunyai kekebalan tubuh yang tinggi berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menolak bakteri penyakit yang mungkin menyerang serta adanya kepedulian yang tinggi pada diri setiap prajurit Kostrad untuk dapat menjaga kesehatannya. Oleh karena itu kegiatan pemberian imunisasi secara lebih dini dapat diberikan pada prajurit sebelum berangkat tugas seperti imunisasi hepatitis dan kelengkapan obat-obatan lain akan memperkuat fisik prajurit di medan tugas.
      Adapun aspek non teknik yang sangat diharapkan untuk dimiliki oleh setiap individu prajurit Kostrad guna mendukung profesionalisme adalah kesiapan mental yang tangguh dalam menghadapi berbagai situasi dan medan. Kesiapan mental setiap prajurit akan senantiasa terjaga manakala kepemimpinan komandan satuan Kostrad juga dapat mengakar pada seluruh anggota prajurit satuan di mana setiap komandan-komandan dari satuan terendah sampai satuan tertinggi memiliki komitmen yang kuat dalam pelaksanaan tugas, yang mendasari atas kebersamaan untuk dapat menjaga nama baik satuan dalam setiap gerak langkah dan perbuatan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan pemahaman makna bahwa tiada keberhasilan yang diperoleh tanpa usaha dan pengorbanan. Dari semua tuntutan profesionalisme prajurit satuan Kostrad yang diharapkan, maka pemenuhan akan aspek materiil dan Alut sista juga tidak kalah pentingnya untuk dilengkapi, terutama senapan serbu, alat komunikasi, alat angkut untuk mendukung mobilitas pasukan dengan suku cadang yang memadai, GPS, alat bidik malam hari, serta munisi yang cukup untuk melaksanakan latihan dari tingkat perorangan sampai tingkat latihan satuan dengan bentuk geladi lapangan.


III. UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME PRAJURIT KOSTRAD DI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS.

      Latihan merupakan kebutuhan bagi seorang prajurit, bahkan lebih ekstrim dikatakan bahwa kesejahteraan yang hakiki bagi prajurit adalah latihan. Kesejahteraan tersebut tidak dapat diidentikkan berupa suatu kesenangan dan materi tetapi lebih dari itu adalah menyangkut nyawa, yang diartikan bahwa dengan latihan seorang prajurit akan memperoleh keterampilan dan kemampuan. Dengan bekal keterampilan dan kemampuan tersebut ia akan dapat menaklukkan musuh bukan ditaklukkan, karena prajurit telah memiliki keterampilan dan kemampuan perorangan maupun dalam hubungan satuan dari berbagai latihan. Oleh karena itu latihan harus dilakukan dan diselenggarakan secara benar, dilaksanakan dengan keras tetapi tidak membosankan, penuh disiplin dan dapat menciptakan realisme latihan disertai upaya atau cara-cara agar dalam setiap diri prajurit Kostrad timbul hasrat untuk berlatih. Dengan demikian kebijakan pembinaan latihan dapat dilakukan: Pertama, meningkatkan profesionalisme prajurit melalui latihan perorangan, terutama pada kemampuan menembak, ilmu medan, teknik dasar bertempur, pembinaan jasmani militer, serta melakukan latihan-latihan pratugas bagi satuan-satuan yang disiapkan untuk penugasan ke daerah rawan; Kedua, Menyempurnakan sistem dan metoda latihan agar mampu menjawab tantangan tugas ke depan sesuai dengan perkembangan pengetahuan teknologi; Ketiga, Membina dan mengembangkan sarana dan prasarana serta fasilitas latihan. Mengacu dari kebijakan tersebut di atas maka upaya peningkatan profesionalisme prajurit Kostrad dapat dilakukan melalui: Pertama, Membudayakan dan melatih kemampuan reaksi menembak prajurit secara cepat yaitu memasukkan gambar sasaran dalam bidikan yang dihadapkan dengan pejera kegiatan yang dilaksanakan tanpa harus melalui proses tahapan secara berurutan, karena saat itu yang dibutuhkan adalah kecepatan. Hal ini dapat dilakukan karena pada jarak 50 m ke bawah menembak dengan membidik dari pejera ke sasaran tanpa harus melewati lubang pisir akan tetap mengenai sasaran. Kedua, Meningkatkan kemampuan disiplin tempur. Keberhasilan suatu tugas tidak hanya tergantung pada taktik yang tepat tetapi juga sangat tergantung pada tingkat disiplin tempur di lapangan. Disiplin tempur harus benar-benar dilatihkan terutama berkaitan dengan disiplin gerakan. Bergerak secara senyap berarti bergerak secara diam-diam, penuh kewaspadaan dan biasanya dilaksanakan secara perlahan-lahan. Gerakan ini sangat membutuhkan kesabaran, hindari keinginan prajurit untuk segera sampai di sasaran dan setiap prajurit lebih mengutamakan kualitas gerakan dari pada cepat, tetapi tidak terjamin kerahasiaannya. Oleh karena itu dalam latihan bila perlu prajurit dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menghindari keributan dalam bergerak dengan menentukan titik temu. Latihan disiplin tempur juga berkaitan dengan melatih prajurit dalam disiplin tembakan dan disiplin suara. Ketiga, Meningkatkan kemampuan intelpur. Pengembangan taktik di lapangan tergantung perkembangan situasi musuh, untuk dapat mengembangkan taktik diperlukan prajurit yang memilki naluri tempur tinggi, peka dan menjadikan prajurit sebagai badan pengumpul keterangan untuk mengumpulkan data-data intelijen guna dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan. Latihan kemampuan intelpur yang perlu diberikan dan dikuasai oleh prajurit Kostrad adalah penjejakan seperti mengenali lamanya (waktu) jejak yang ditinggalkan, baik goresan pada pohon-pohonan maupun potongan kayu dan bekas makan atau bungkus rokok dengan pengamatan dan penciuman dalam rangka mengidentifikasi jejak apakah masih baru atau sudah lama. Mempelajari arah jejak dan jumlah kekuatan melalui bekas telapak baik di tanah, lumpur, sungai maupun rumput. Proses latihan seperti ini dilakukan dengan mengikuti ke mana arah jejak tersebut dengan tindakan keamanan dan kewaspadaan, selanjutnya bagi tugas kelompok demi kelompok dalam kelompok penjejakan, pengaman dan unsur tinggal, jejak adalah sebagai poros dalam pelacakan sehingga penelusuran jejak tidak harus selalu berada pada jejak namun adakalanya hanya berada dalam penguasaan. Keempat, latihan peningkatan penguasaan medan. Kemampuan prajurit dalam membaca medan sangat tergantung pada insting prajurit dalam PKT/PKM nya, pemahaman kebiasaan serta pengalaman prajurit dalam menilai bentuk medan yang mungkin dilalui dan dikuasai musuh sangat diperlukan. Menilai dan menganalisa medan tersebut kemudian dihadapkan cara bertindak yang diambil jangan sampai daerah tersebut dapat memberikan kerugian dipihak kita. Oleh karena itu setiap prajurit tidak boleh menyepelekan medan karena akan vatal akibatnya. Kelima, Latihan guna menimbulkan keberanian. Upaya melatih keberanian ini seyogyanya dilakukan pada prajurit sebelum berangkat tugas, yang dapat diberikan dengan memberikan materi latihan pendadaran dan dopper baik secara perorangan maupun dalam hubungan satuan. Latihan pendadaran dilakukan dalam rangka melatih keberanian prajurit dengan suasana yang mencekam. Latihan ini dilaksanakan pada waktu malam hari secara perorangan tanpa perlengkapan dengan panjang rute 2 s.d 5 km. Dalam pelaksanaannya materi ini melewati beberapa pos dan pelatih dengan materi pos lorong babi, titian 1, lubang galian, penyeberangan sungai, popi pocong, jerat, bandulan, bantingan, bunuh senyap, rayapan tali satu, mengenali senjata, sandungan, perkelahian dan penyandian. Adapun Dopper dilatihkan dalam rangka memberikan keberanian pada prajurit dengan memperkenalkan tembakan yang diarahkan di dekatnya sehingga terbiasa dan tidak membuat takut terkena peluru atau menjadi terhentinya gerakan untuk maju.
      Di samping upaya peningkatan profesionalisme prajurit Kostrad melalui kegiatan latihan-latihan perorangan maka tidak kalah pentingnya adalah intensitas latihan satuan juga perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, Satuan Kostrad perlu meminta dan mendapatkan latihan geladi lapang tingkat Batalyon Team Pertempuran (BTP) tentunya dengan materi latihan (persoalan) yang senantiasa diubah disesuaikan dengan skenario latihan yang direncanakan. Hal ini untuk menghindari materi dan persoalan latihan yang selalu sama (monoton itu-itu saja). Kalau latihan puncak angkatan darat dalam tiga tahun ini selalu ditutup dengan penyelenggaraan geladi lapang BTP hanya 1 Batalyon saja, maka sudah selayaknya Kostrad bisa menyarankan dan meminta kepada pimpinan Angkatan Darat untuk latihan BTP dalam satu tahun anggaran bisa diselenggarakan untuk 3 batalyon atau 4 batalyon (1 BTP Divisi 1, 1 BTP Divisi 2 dan selebihnya Batalyon Kodam/Kewilayahan). Dengan terprogramnya latihan BTP dalam 1 tahun anggaran sampai 3 Batalyon, maka jelas akan dapat memberikan kemampuan satuan-satuan Kostrad dalam kerjasama antar kecabangan dalam suatu operasi tempur.
      Upaya-upaya peningkatan profesionalisme prajurit yang telah dan akan dilakukan melalui kegiatan latihan juga harus dibarengi dengan pemenuhan materiil satuan seperti alkapsat dan alut sista yang memadai melalui kegiatan pengadaan alat-peralatan baru. Implementasi dari penggantian alat peralatan yang sudah tidak layak dan karena usia pakai yang lama perlu dipercepat perwujudannya. Program rematerialisasi dan repowering untuk Alut Sista perlu untuk ditinjau dan dikaji kembali, mengingat hasil kegiatan rematerialisasi maupun repowering tidak dapat digunakan dalam jangka waktu panjang, sedangkan biaya untuk melaksanakan program ini juga membutuhkan anggaran dana yang cukup besar. Alhasil menurut pertimbangan dengan semakin berkembangnya tehnologi, maka secara ekonomis pengadaan alut sista baru, jelas akan lebih efisien. Dengan demikian maka satuan-satuan Kostrad sudah selayaknya untuk mendapatkan program pengadaan alut sista untuk mendukung profesionalisme prajurit / satuan Kostrad dalam melaksanakan tugas-tugas operasi. 
     Dengan demikan dalam konteks pembenahan postur Satuan Kostrad, maka upaya membangun prajurit yang profesional, efektif, efisien dan modern serta dicintai rakyat merupakan suatu tuntutan dan bahkan menjadi suatu keharusan. Sejalan dengan dilaksanakannya pembangunan kekuatan pertahanan maka harus dapat selaras dengan pembenahan dan penataan struktur, kultur dan doktrin yang dirancang secara komprehensif oleh para pimpinan dengan demikian akan mewujudkan profesionalisme prajurit/satuan kostrad masa depan yang memiliki postur yang mampu mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis dan potensi ancaman yang timbul di seluruh wilayah NKRI. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan penyiapan postur satuan Kostrad dalam menghadapi tantangan tugas kedepan, sehingga kekuatan, kemampuan dan gelar tersebut dapat diproyeksikan secara cepat dan tepat dalam menangani berbagai bentuk ancaman.
     Oleh karena itu Kosrad sebagai Kotama pembinaan dan Operasi harus dapat mengimplementasikan diri prajurit/satuan Kostrad sebagai berikut : Pertama, mewujudkan postur prajurit yang profesional dan modern dalam penyelenggaraan pertahanan NKRI di darat. Kedua, meningkatkan dan memperkokoh jatidiri prajurit yang tangguh, yang memiliki keunggulan moral, rela berkorban dan pantang menyerah dalam menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan integritas keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Saptamarga dan Sumpah Prajurit. Ketiga, mewujudkan kualitas prajurit yang memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan keprajuritan melalui pembinaan doktrin, pendidikan dan latihan yang sistematis serta meningkatkan kesejahteraannya. Keempat, mewujudkan kesiapan operasional untuk penindakan terhadap ancaman yang datangnya dari dalam maupun yang dari luar. Kelima, mewujudkan kerjasama militer dengan negara-negara sahabat untuk meningkatkan profesionalisme prajurit. Keenam, mewujudkan kemanunggalan TNI-Rakyat sebagai roh prajurit di dalam upaya pertahanan negara. Misi tersebut merupakan cerminan yang harus dibangun oleh prajurit-prajurit Kostrad dalam rangka pencapaian tugas pokoknya.

IV. KESIMPULAN
       Kostrad sebagai bala kekuatan terpusat, dituntut dan diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugas operasi di seluruh wilayah NKRI. Oleh karena itu untuk dapat melaksanakan dan mewujudkan tuntutan yang diharapkan maka peningkatan profesionalisme prajurit / satuan Kostrad merupakan sesuatu keharusan yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Upaya-upaya yang harus dilakukan adalah peningkatan intensitas latihan dengan pemberian materi-materi latihan yang memadai pada aspek keterampilan tehnis (aspek keterampilan tehnik menembak, aspek keterampilan Disiplin Tempur, aspek keterampilan intelpur ), Aspek Keterampilan taktik, peningkatan kemampuan fisik serta aspek non teknis seperti peningkatan kepemimpinan dan keberanian prajurit. Mengingat sifat karakter satuan angkatan darat adalah “Prajurit yang dipersenjatai” maka untuk peningkatan profesionalisme prajurit satuan Kostrad, maka tidak ada jalan lain sebagai alternatif, satuan-satuan Kostrad perlu diberikan dukungan materiil alut sista yang memadai dengan melakukan penggantian/pengadaan alut sista yang baru agar kesiapan operasional prajurit/satuan benar-benar dapat terwujud. Dengan demikian peran satuan Kostrad sebagai bagian dari TNI AD dapat dilaksanakan secara optimal sebagai alat negara di bidang pertahanan dalam rangka menegakkan kedaulatan dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia dari ancaman dan gangguan yang mungkin timbul.

AKTUALISASI PERAN KOSTRAD SEBAGAI BHAYANGKARI NEGARA


Oleh: Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri
      Tanggal 6 Maret 2009 Kostrad menapaki usia ke-48, kurang dua tahun menjadi setengah abad. Dari catatan prestasi dan sumbangsih untuk bangsa-negara, kita sebagai warga Kostrad boleh bersyukur dan berbangga. Sejak masih menyandang nama CADUAD, Kostrad telah meretas berbagai prestasi gemilang di aneka palagan operasi seperti Trikora, Dwikora, Penumpasan G-30-S/PKI, Seroja, penanggulangan GPK di Aceh dan Papua. Juga pengamanan pelbagai event penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti Pam Pemilu, Pam SU MPR, Pam Obvit dan sebagainya.
      Keberhasilan di masa lampau tersebut tidak terlepas dari kuatnya komitmen Kostrad dalam menjalankan peran sebagai Bhayangkari negara dan bangsa (dalam menjalankan ”politik negara”) serta profesionalitas yang tinggi sebagai prajurit TNI, sebagaimana tercermin dalam pedoman Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Sapta Marga ke- 1 s/d 4 menekankan peran TNI termasuk Kostrad dalam menjalankan politik negara, dalam hal ini sebagai kekuatan Moral-Kultural. Sedangkan butir ke- 5 s/d 7 berkaitan dengan profesionalitas sebagai prajurit TNI dalam menjalankan peran sebagai kekuatan Pertahanan.
      Penting dan strategisnya peran Kostrad pada masa lampau seyogianya diaktualisasikan kembali dalam konteks kekinian, terutama ketika bangsa-negara berada dalam situasi yang sulit seperti sekarang. Setidaknya ada tiga poin kritis yang mewarnai kehidupan bangsa dewasa ini dan tentunya akan berpengaruh besar terhadap peran, fungsi dan tugas pokok Kostrad. 
       Pertama, bangsa Indonesia sedang dalam masa transisi demokrasi yang amat sarat dengan kerawanan dan potensi konflik. Demokratisasi politik maupun ekonomi yang amat liberal dan terlampau idealistis tanpa disesuaikan dengan kondisi lokal keindonesiaan telah melahirkan kesenjangan (gap) yang amat lebar antara sistem politik/ekonomi yang dipacu amat cepat dengan kultur masyarakat termasuk elitenya yang masih tertinggal, sehingga buahnya adalah konflik horizontal maupun vertikal yang setiap hari dapat kita saksikan di layar televisi. Contoh aktual adalah tewasnya Ketua DPRD Sumatra Utara akibat kekerasan massa demonstran penuntut pemekaran/pembentukan Provinsi Tapanuli. 
      Pelaksanaan demokrasi liberal dalam kultur politik masyarakat yang belum cukup matang tersebut justru membahayakan persatuan bangsa, keutuhan negara dan keselamatan rakyat Indonesia. Kultur politik yang matang mengindikasikan kesiapan mental rakyat untuk berdemokrasi. Cirinya adalah sikap apresiatif, toleran terhadap perbedaan, sportif (fair), berani mengakui kekalahan sendiri dan menghargai kemenangan/keunggulan pihak lain, serta mengedepankan etika politik/demokrasi. Sisi negatif lainnya dari demokratisasi (liberal) adalah ”suburnya tribalisme” atau orientasi etnisitas yang memandang etniknya sebagai bangsa dan ingin merdeka sehingga muncul separatisme. Uni Soviet sebagai contoh, memiliki 140 etnik dan setelah terjadi reformasi dinegrinya pecah menjadi 15 negara (bayangkan Indonesia yang terdiri dari 1072 etnik), dari sudut pandang ini kita bisa menangkap siluet separatisme yang cukup tinggi di Indonesia. Demokratisasi juga melambungkan apresiasi terhada HAM yang terkadang berlebihan, era globalisasi menjadikan kalangan aktivis HAM sebagai kosmopolis, berpandangan bahwa Hak Asasi Manusia berada di atas segalanya termasuk keutuhan bangsa dan negara. Mereka pun memiliki jaringan internasional yang amat kuat dan menguasai media.  
       Kedua, di bidang politik pada tahun 2009 ini kita akan melaksanakan Pemilu baik Legislatif maupun Presiden/Wapres. Berbagai kerawanan mengintip pelaksanaan pemilu tersebut, dari banyaknya parpol, kinerja KPU yang dinilai banyak pihak kurang profesional sampai dengan sistem suara terbanyak dalam pemilu legislatif ditambah dengan Zipper System untuk keterwakilan perempuan, kandungan potensi konflik di balik itu semua amat tinggi. Tingkat kedewasaan serta kepercayaan diri para politisi kita masih amat rendah sehingga upaya menarik-narik dukungan TNI untuk kepentingan kelompok/golongan masih terus berlangsung. Pada sisi lain pragmatisme di kalangan personel TNI pun masih cukup kental karena latar belakang ekonomi atau kepentingan jabatan. Dengan demikian netralitas TNI pasti akan mendapat ujian berat. Dalam konteks ini hendaknya TNI belajar dari pengalaman masa lampau, setelah tiga dekade lamanya TNI meninggalkan netralitas dan hanya mendukung salah satu parpol (Golkar), maka setelah reformasi TNI tidak kuasa menangkis hujatan dahsyat dan bertubi-tubi sehingga kehilangan kredibilitas cukup tajam di mata rakyat. Netralitas TNI mutlak sifatnya karena TNI merupakan benteng terakhir dalam mengawal keutuhan bangsa dan negara, sehingga hendaknya hal ini disadari benar-benar oleh seluruh prajurit Kostrad.  
       Ketiga, sejak krisis ekonomi 1997 sampai dengan sekarang bangsa kita masih menghadapi kondisi ekonomi yang kompleks, kemampuan ekonomi negara tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun, sehingga amat berpengaruh terhadap kemampuan anggaran pembinaan dan pembangunan kekuatan TNI. Padahal pada sisi lain pembangunan kekuatan TNI amat penting bahkan mendesak dalam rangka memelihara perimbangan kekuatan militer khususnya pada skala regional. Tidak bisa disangkal bahwa peran kekuatan militer dalam mendukung diplomasi amatlah menentukan, tanpa dukungan kekuatan militer yang memadai diplomasi akan tumpul karena tidak memiliki bargaining power yang cukup. Akibat dari kondisi ekonomi tersebut, TNI-AD termasuk Kostrad didalamnya menerima kenyataan pahit yang tidak bisa dihindari, jangankan untuk melakukan modernisasi alutsista/persenjataan, untuk memenuhi TOP (Tabel Organisasi dan Perlengkapan) saja sudah lebih dari satu dekade terbengkalai. Sebagai contoh di satuan Infantri, Senjata Lawan Tank (SLT) yang seharusnya ada di Kompi Bantuan serta Rocket Launcher (RL) yang harus ada di setiap Peleton Senapan sudah lama tidak terisi karena SLT Streem dan RL Instalanza yang dulu dipakai sudah lama expired. Demikian juga kondisi persenjataan di satuan Kavaleri, Artileri Medan, Artileri Pertahanan Udara, Zeni dan lainnya yang rata-rata sudah ketinggalan jaman.  
       Menghadapi kondisi kebangsaan dan kenegaraan yang penuh kerawanan, tantangan bahkan ancaman seperti digambarkan di atas, dengan realita yang ada Kostrad dituntut untuk terus memelihara, meningkatkan dan memperkuat perannya sebagai Kekuatan Pertahanan maupun Kekuatan Moral-Kultural. Dengan berpegang pada semangat dan amanat Sapta Marga, Kostrad harus senantiasa melakukan pembinaan agar memiliki kemampuan dan selalu siap untuk dilibatkan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan dan ancaman terhadap NKRI.

Masalah Penting dan Aktual Lainnya
Beberapa masalah penting dan aktual lainnya yang mengemuka dalam kondisi bangsa-negara dewasa ini dan merupakan tantangan bersama bagi seluruh rakyat, termasuk TNI/Kostrad di dalamnya, antara lain:
  •         Masalah kedaulatan negara menyangkut konflik perbatasan. Kita perlu belajar dari kasus Sipadan-Ligitan yang telah ”dilepas” ke Malaysia dan belakangan Ambalat pun nyaris dicaplok oleh negeri jiran tersebut. Lemahnya kontrol dan pengawasan terhadap perbatasan termasuk pulau-pulau terluar dapat membuka peluang lebar bagi negara-negara asing utnuk menggerus kedaulatan negara dan bangsa kita. Dengan kata lain potensi konflik militer karena masalah perbatasan masih cukup tinggi mengingat perbatasan darat, laut dan udara kita amat panjang dan bersinggungan dengan banyak negara.
  •         Pengamanan dan perlindungan terhadap kekayaan bangsa dan negara. Sumber daya alam kita sangat kaya dan beranekaragam, namun belum sepenuhnya berada dalam kontrol kita dan pemanfaatan maksimal untuk Kepentingan Nasional. Akibatnya masih sering dan banyak terjadi pembalakan kayu (illegal logging), penyelundupan minyak (oil smuggling), pencurian ikan (illegal fishing) dan sebagainya yang sangat merugikan negara.
  •        Bahaya Narkoba yang sudah menggerogoti berbagai lapisan masyarakat terutama kaum muda, remaja dan anak-anak. Jika tidak ditanggulangi secara serius dan sistematis, kita dapat kehilangan generasi muda yang potensial sebagai penerus perjuangan bangsa ke depan.
  •      Paham dan jaringan terorisme global telah berkembang ke berbagai negara dan mengancam keamanan nasional kita. Fakta menunjukkan, kepentingan global telah berpenetrasi masuk ke wilayah negara dan bangsa kita, termasuk juga kepentingan kelompok radikalis-fundamentalis yang ’kawin’ dengan kelompok/kepentingan/paham serupa di tanah air kita.
  •         Bencana alam dapat dikatakan sudah menjadi langganan Indonesia, karena merupakan ciri alamiah dari geografis negara ini yang dikelilingi patahan-patahan bumi dan banyak terdapat gunung berapi sehingga potensi gempa bahkan tsunami sangat tinggi, namun tidak sedikit pula bencana alam yang terjadi karena ulah manusia seperti banjir, tanah longsor dan kebakaran termasuk kebakaran hutan.  
  •         Perubahan iklim (climate change) yang sangat ekstrim karena pemanasan global (global warming). Salah satu dampaknya adalah krisis pangan dunia yang tentu saja akan berimbas pada kerawanan pangan di negeri kita.
  •       Secara lebih teknis-militer menyangkut masalah internal TNI/Kostrad, ada suatu persoalan penting yakni ketidaksesuaian doktrin pelaksanaan – atau lebih tepatnya pada level petunjuk lapangan (Juklap) – dengan kebijakan pertahanan dan kemampuan sumber dana yang ada. Contoh konkritnya, pada tingkat taktis doktrin militer kita selama ini merujuk/berkiblat pada Pentagon AS sehingga buku-buku petunjuk lapangan pun telah kita adopsi dari Pentagon sejak awal 1950-an. Padahal kita tahu bahwa Pentagon selain lebih berorientasi ke luar (sesuai kebijakan politik luar negerinya) juga ditunjang oleh kemampuan anggaran yang besar dan teknologi tinggi yang selalu diperbarui. Sehingga Daya Tempur militernya (Daya Tempur terdiri dari Daya Gerak dan Daya Tembak) dibangun dengan bertitik berat pada keunggulan Daya Tembak.
          Orientasi doktriner-militer tersebut secara faktual dan prinsipil tidak sesuai baik dengan kebijakan pertahanan kita yang lebih bersifat defensif-aktif maupun dengan kemampuan anggaran pertahanan kita. Akan lebih tepat apabila orientasi doktrin TNI berkiblat pada Inggris misalnya yang dikenal sangat efisien. Mereka mengembangkan daya tempur pasukannya dengan bertitik tumpu pada keunggulan Daya Gerak. Sebagai contoh, pada saat menyerbu Malvinas pasukan Para Inggris diterjunkan beberapa kilometer dari titik sasaran, kemudian mereka bergerak untuk merebut sasaran yang ditentukan sehingga memperoleh pendadakan. Berbeda dengan pasukan TNI pada waktu perebutan Dili yang langsung diterjunkan di sasaran dengan dukungan bantuan tembakan yang minim, jauh dari mampu untuk mendisorganisir musuh (malah membuat musuh alert) sehingga akhirnya menimbulkan korban yang cukup besar di pihak TNI.

      Semua masalah klasik dan aktual tersebut dapat dengan cepat berkembang menjadi ancaman nyata yang bila tidak diwaspadai atau ditanggapi segera maka potensial untuk sampai pada perpecahan bangsa atau teramputasinya wilayah kedaulatan Indonesia. Menghadapi berbagai tantangan/ancaman kontekstual tersebut, Kostrad dapat dan perlu memainkan peran strategisnya. Ada dua cara bertindak yang dapat ditempuh, yakni langkah internal dan langkah eksternal.

Secara internal langkah-langkah yang disarankan adalah:

  •        Kostrad harus menjaga soliditas dan keutuhan garis komandonya. Apalagi dalam situasi menjelang Pemilu, hal-hal tersebut menjadi sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan TNI termasuk Kostrad oleh pihak-pihak yang bermain di level politik praktis.
  •       Menegakkan meritokrasi (merit-based system) dalam pembinaan dan promosi personel Kostrad. Prestasi, kemahiran teknis, kemampuan dan reputasi di lapangan menjadi parameter utama dalam penilaian untuk promosi/demosi prajurit.
  •      Profesionalisme militer harus terus dikembangkan menyangkut keterampilan/kemahiran (military skills) maupun karakter/etika keprajuritan (military character/ethics). Mengenai pembangunan Postur (Kekuatan, Kemampuan dan Gelar), selama kemampuan anggaran belum mencukupi hendaknya Kostrad memfokuskan diri pada pemeliharaan/pengembangan aspek Kemampuan, termasuk di dalamnya kemampuan mengimplementasikan Hukum Humaniter, kemampuan mengakomodasi Teknologi Informasi serta kemampuan dalam berhubungan dengan Media Massa. Seyogianya diberikan porsi yang memadai untuk pelatihan hukum humaniter, terutama untuk menghadapi separatisme yang disertai pemberontakan bersenjata. Hukum humaniter memandu bagaimana cara membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Misalnya seseorang (musuh) yang tampak berseragam militer belum tentu kombatan; perlu diteliti apakah ia bersenjata atau tidak, dan jika bersenjata apakah ia (berpotensi) mengancam/membahayakan petugas/masyarakat atau tidak. Jadi, menentukan kombatan atau non-kombatan (identifikasi) dan memutuskan untuk menembak atau tidak (justifikasi) sungguh diperlukan kecepatan dan ketepatan, bahkan hanya dalam hitungan detik. Jika tidak, ia menghadapi risiko “salah”: dibunuh, atau ia salah membunuh (akibatnya terjadi pelanggaran HAM). Dalam menghadapi gerilya pun hendaknya selalu ditanamkan dalam diri prajurit bahwa filosofi dasar perang gerilya adalah bagaimana memenangkan hati dan pikiran rakyat (how to win the hearts and minds of the people).
  •        Dalam aplikasi doktrin atau penerapan pelajaran-pelajaran taktik, hendaknya ada sikap fleksibel untuk penyesuaian dengan kondisi yang ada. Sebagai contoh, Juklap mengatakan bahwa dalam ”serangan” pada Jam-J kurang 10’ harus ada ”tembakan pendahuluan”. Apabila dalam kalkulasi taktis ternyata tembakan tersebut tidak membawa manfaat atau dengan gerakan senyap lebih menguntungkan, maka hendaknya tembakan pendahuluan tersebut tidak dilakukan. Sementara itu dalam jangka panjang perlu ada upaya untuk merubah doktrin taktis/operasional tersebut.  

      Jika aspek-aspek ini senantiasa dibina maka akan terpantul ”kesiap-siagaan” yang mewujud-nyata dalam jati diri Kostrad sebagai satuan TNI yang solid dan disegani oleh musuh-musuh negara/bangsa, sehingga memancarkan daya tangkal (deterrent effect) yang kuat.

Secara eksternal, langkah yang direkomendasikan sebagai berikut:

  •        Kostrad perlu memberikan kontribusi dalam upaya ”Konsolidasi Kebangsaan”. Dalam hal ini Kostrad memainkan peran Moral-Kultural untuk ikut aktif bersama komponen komponen strategis dalam menjaga keutuhan bangsa, kedaulatan negara dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia. caranya adalah mendukung upaya mengembalikan kehidupan negara/bangsa kepada cita-cita Proklamasi, nilai-nilai Pancasila serta semangat dasar/spirit Pembukaan UUD 45.      
  •       Kostrad dapat ikut membantu pemerintah mengatasi bahaya Rawan Pangan akibat perubahan iklim global. Misalnya dengan menggarap lahan tidur untuk menghasilkan bahan pangan, reboisasi, membantu perluasan areal sawah dan sebagainya.
  •       Kostrad harus senantiasa siap membantu pemerintah dalam menanggulangi bencana alam dan bahaya/situasi darurat lainnya (dengan bantuan kemanusiaan dan sebagainya). Secara konkrit, perlu disiapkan unit khusus yang bersifat tanggap-segera (semacam PPRC dalam menghadapi bencana) untuk bantuan kemanusiaan. Unit-unit ini seyogianya diadakan dan disiapkan di tiap satuan Kostrad setingkat Yon dan kemampuannya disesuaikan dengan karakteristik bencana alam yang biasa terjadi di daerah dimana home base Yon tersebut berada. Oleh karena banyak juga bencana alam yang terjadi karena ulah manusia maka sebagai kekuatan moral-kultural Kostrad juga harus turut serta dalam upaya pencerahan/penyadaran masyarakat berkaitan dengan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, pencegahan bahaya kebakaran dan sebagainya.

       Akhirnya, sebagai anak bangsa dan prajurit TNI yang tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan Kostrad, dengan bangga saya ucapkan: DIRGAHAYU KOSTRAD! Tetap jaya demi kehormatan negara dan bangsa tercinta! 


01 April 2009

ENAM WINDU PERANAN KOSTRAD DALAM MENJAGA KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


Oleh : Mayjen TNI Zahari Siregar - Pangdivif 2 Kostrad
“ Kostrad sebagai Kotama Pembinaan Angkatan Darat dan sekaligus Kotama Operasional TNI, memiliki tugas pokok membina kesiapan operasional segenap satuan dalam jajaran komandonya untuk dihadapkan pada kemungkinan penggunaannya pada operasi tingkat strategis sesuai dengan kebijaksanaan Panglima TNI. ” 
Pendahuluan
     
      Sejarah perjuangan TNI AD yang juga merupakan bagian dari perjuangan Kostrad adalah bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kini Kostrad memasuki usia ke-48 tahun, ibarat seorang anak manusia yang telah berada pada fase dewasa dan kematangan diri setelah melalui proses perjalanan hidup mulai dari lahir sampai kepada fase kematangan tersebut.
       Proses untuk menuju kematangan tersebut, tentu banyak liku-liku kehidupan dan pengalaman panjang yang telah dilewati di dalam mencari jati diri sebagai suatu organisasi militer yang dibanggakan dan diandalkan di negeri ini. Dalam kurun waktu 48 tahun tersebut, Kostrad telah mengalami berbagai perubahan, baik perubahan organisasi, peralatan maupun pengalaman dan tantangan tugas yang dihadapi di dalam menjaga keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Pengalaman dalam perjalanan sejarah ini telah mampu menjadikan Kostrad berkembang sebagai Kotama Operasional yang benar-benar tangguh dan dapat diandalkan serta dibanggakan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia bahkan oleh dunia Internasional terutama dalam keikutsertaannya untuk menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
      Tentunya pengalaman yang di dapat melalui berbagai penugasan tersebut telah mampu menempa prajurit Kostrad baik secara perorangan maupun satuan, dengan tumbuhnya semangat dan jiwa korsa, rasa percaya diri, kebanggaan dan kehormatan atas nilai-nilai juang Kostrad yang sekaligus menumbuhkan kesadaran moral untuk mewarisi dan melestarikan nilai-nilai juang tersebut.
Sejarah Kostrad
      Awal Pembentukan Kostrad. Pada tanggal 5 Agustus 1958 di seluruh wilayah NKRI terutama di tiap-tiap daerah Tingkat I (Provinsi), dibentuk Kodam yang membawahi Korem, Brigade dan Batalyon. Namun demikian kebutuhan akan satuan yang bersifat mobil sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi keamanan nasional di mana terjadi beberapa pemberontakkan yang menentang pemerintah pusat. Pada kenyataannya Kodam yang telah dibentuk belum sepenuhnya mampu mengatasi gangguan keamanan tersebut.
      Untuk merealisasikan kebutuhan tersebut, maka dibentuk Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad) yang bersifat mobil dan selalu siap tempur dalam menghadapi situasi dan kondisi yang menganggu stabilitas keamanan nasional. Sebagai tindak lanjutnya Kasad mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : KPTs-1067/12/1960 untuk membentuk Caduad, yang salah satu isinya adalah mempercepat pembentukkan Caduad dan mempersiapkannya menjadi kekuatan siap tempur.
Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan itu, maka dibentuklah “Kelompok Kerja” yang dipimpin oleh Brigjen TNI Soeharto. Lebih kurang 2 (dua) bulan Pokja bekerja dan berhasil menentukan bentuk Caduad. Melalui Surat Keputusan Men/Pangad Nomor MK/KPTs. 54/3/1962 tanggal 6 Maret 1961 disahkan suatu Korps Tentara Ke I/Caduad dengan singkatan Korra-I/Caduad.
      Bersamaan dengan pembentukan Korra-I/Caduad disusun pula Divisi Korra-I/Caduad dan Brigade Infanteri 3/Para di bawah pimpinan Mayjen TNI Soeharto sebagai Panglima Korra-I/Caduad yang pertama.
      Metamorfosis Kostrad. Melalui pemikiran yang logis, kritis dan lengkap serta bertitik tolak dari fakta-fakta bahwa masih diperlukan pengiriman pasukan untuk melaksanakan tugas baik di dalam maupun di luar negeri, maka Mayjen TNI Soeharto mengemukakan konsepsi tentang pembentukan Kostrad dalam suatu Telaahan Staf kepada Men/Pangad pada tanggal 1 Desember 1962 yang salah satu isinya adalah perlu diadakannya suatu Cadangan Umum Angkatan Darat.  Atas dasar kajian tersebut Men/Pangad mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : KPTs-178/2/1963 tanggal 19 Februari 1963 sebagai penghapusan Korra-I/Caduad menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), dengan fungsi utamanya adalah : Kesatu, Menyusun rencana-rencana operasi berdasarkan petunjuk dari Men/Pangad. Kedua, Menyelenggarakan latihan-latihan kesatuan (unit) training yang bertingkat-tingkat dalam hubungan antar kecabangan maupun antar angkatan. Ketiga, Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan secara taktis dan teknis dalam rangka penyempurnaan mutu pasukan. Keempat, Menyelenggarakan operasi-operasi militer dalam rangka pertahanan negara. 
       Kostrad Sekarang Ini. Validasi organisasi dan likuiditas terjadi berkali-kali sejalan dengan tantangan tugas serta situasi operasi yang dihadapi. Perubahan – perubahan tersebut didasarkan pada kepentingan tugas serta efisiensi dan efektifitas pengerahan satuan Kostrad di seluruh wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indanesia. Melalui Keputusan Kasad Nomor : Kep/9/III/1985 tanggal 6 Maret 1985, maka disahkanlah Pokok-pokok Organisasi dan Tugas Kostrad yang baru, bahwa Kostrad dinyatakan sebagai Komando Utama Operasional dan sebagai Kotama Pembinaan dengan kemungkinan penggunaannya pada operasi tingkat strategis, yang disusun dengan organisasi dan dislokasi sebagai berikut : Makostrad, berkedudukan di Jakarta, Divisi Infanteri 1, berkedudukan di Cilodong Bogor dan Divisi Infanteri 2, berkedudukan di Singosari Malang.

Tugas Pokok Kostrad
      Selaras dengan tugas pokok TNI AD yang tercantum dalam Undang-undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 yaitu menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia di wilayah daratan, maka Kostrad memiliki tugas pokok melaksanakan operasi militer perang maupun operasi militer selain perang, yang dilakukan secara berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari Komando Gabungan yang lebih besar. 
      Operasi Militer Perang lebih dititik-beratkan pada perang untuk mencegah, menangkal dan mengatasi ancaman yang menganggu kedaulatan dan keutuhan wilayah darat. Berbeda dimensi dengan Operasi Militer selain perang yang dititikberatkan pada menjaga stabilitas dalam negeri serta memberikan bantuan kepada pemerintah daerah, Polri dan masyarakat.
Kostrad sebagai Kotama Pembinaan Angkatan Darat dan sekaligus Kotama Operasional TNI, memiliki tugas pokok membina kesiapan operasional segenap satuan dalam jajaran komandonya untuk dihadapkan pada kemungkinan penggunaannya pada operasi tingkat strategis sesuai dengan kebijaksanaan Panglima TNI. 
Pengabdian Kostrad dalam mengawal NKRI 
       Dalam kurun waktu 48 tahun Kostrad telah memberikan pengabdian yang terbaik bagi bangsa dan negara, berupa keberhasilan dalam penugasan mengatasi pemberontakan di dalam negeri dan penugasan internasional di berbagai belahan dunia. 
      Dewasa ini, Kostrad masih melaksanakan tugas Pengamanan Daerah Rawan dan Perbatasan seperti di Papua dan Ambon. Demikian pula dalam menghadapi tantangan-tantangan tugas di tahun 2009 ini. Kostrad sebagai Kotama operasi yang bersifat strategis, akan selalu siap untuk memberikan keamanan dan bantuan guna penyelenggaraan proses pemilu 2009 yang netral, jujur dan adil. Kostrad tidak lagi menjadi bagian dari day to day politics namun menjaga jarak yang sama dan bersikap netral terhadap kelompok manapun. 
    Kelestarian dari Kemanunggalan TNI dan Rakyat, merupakan suatu keniscayaan guna menciptakan keutuhan wilayah. Oleh karena itu, sebagai implementasinya maka di dalam memperingati hari jadinya yang ke-48, Kostrad melaksanakan kegiatan Bhakti TNI di Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Blitar serta masyarakat dengan melakukan perbaikan rumah, perbaikan sarana umum dan kegiatan sosial seperti penyuluhan-penyuluhan, pengobatan massal serta kegiatan lainnya.
     Peringatan hari jadi Kostrad ke-48 di Kabupaten Blitar ini, disamping sebagai bentuk pengabdian Kostrad kepada masyarakat Blitar juga merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan rasa solidaritas dan penghargaan yang tinggi kepada para pejuang yang ada di Kabupaten Blitar.
Kostrad yang Handal
       TNI AD sebagai organisasi militer modern memiliki visi : Solid, Profesional, Modern, Tangguh, Berwawasan Kebangsaan dan Dicintai Rakyat. Serta memiliki misi : membangun kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan yang profesional dan modern, memperkokoh jati diri prajurit yang tangguh sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara nasional yang memiliki keunggulan moral, rela berkorban, pantang menyerah berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dan meningkatkan kesejahteraannya, membangun kesiapan operasional satuan, membangun kerjasama militer dengan negara-negara sahabat serta membangun kemanunggalan dengan rakyat secara terus menerus.
      Sejalan dengan Visi dan Misi TNI AD tersebut, maka perlu dibangun postur Kostrad yang meliputi kekuatan, kemampuan dan gelar. Perlunya penghayatan dalam aspek fisik dan non fisik tidak dapat lagi untuk dikesampingkan dalam rangka menjamin profesionalisme Kostrad. Aspek fisik berupa : Kesatu, Pembangunan Kekuatan. Pembangunan kekuatan Kostrad berorientasi kepada tugas yaitu untuk menghadapi ancaman dari luar dengan melaksanakan OMP, serta menghadapi ancaman dari dalam negeri, serta tugas-tugas lainnya. Pembangunan kekuatan meliputi kekuatan personil dan materil baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Ditinjau dari aspek kuantitas diperlukan rancangan kekuatan minimal personil dan materil, sesuai dengan luas wilayah, tingkat kerawanan dan arah datangnya ancaman. Sedangkan dari aspek kualitas adalah tersedianya kualitas personil dan materil yang dapat menjamin tingkat profesionalitas yang diperlukan. Kualitas personel yang tepat mulai dari tahap perekrutan sampai dengan penggunaan adalah suatu langkah yang konseptual serta diimplementasikan secara tepat dan konsisten sehingga suatu personel dapat terjaga guna mendukung kesiapan operasional Kostrad yang setiap saat siap bergerak ke seluruh penjuru tanah air. Kedua, Pembangunan Kemampuan. Sebagai satuan yang memiliki mobilitas tinggi untuk menghadapi ancaman militer dan ancaman non militer dengan pola OMP dan OMSP, Kostrad memerlukan tingkat kemampuan yang dipersyaratkan. Pembinaan kemampuan prajurit dilakukan secara berkelanjutan mulai dari pembentukan, pemeliharaan dan peningkatan profesionalisme dengan sasaran kemampuan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas mencegah, menangkal dan menindak ancaman yang datang dari dalam dan luar negeri. Pembinaan kemampuan dilakukan dengan 4 (empat) tahap meliputi : Kemampuan Intelijen, Kemampuan Tempur, Kemampuan Teritorial dan Kemampuan Pendukung, seperti diplomasi militer, penguasaan teknologi dan industri, manajemen, penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Ketiga, Pembangunan Gelar. Pemahaman siapa musuh yang akan dihadapi dan dimana pasukan kemungkinan akan digunakan pada umumnya dijadikan sebagai pedoman dalam penggelaran pasukan. Dalam situasi damai penentuan musuh yang akan dihadapi dan penentuan daerah yang berpotensi terjadinya konflik sering mengalami kesulitan akibat kurangnya data yang dimiliki tentang musuh. Oleh karena itu penentuan gelar kekuatan pasukan harus mempertimbangkan kondisi geografis, penguasaan wilayah, mobilitas pasukan, dengan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik. Penggelaran kekuatan harus dapat memberikan efek tangkal dan penindakan secara cepat terhadap kemungkinan ancaman yang datang dari dalam dan luar negeri. Penggelaran kekuatan juga harus dapat menjamin pengerahan satuan-satuan untuk membantu pemerintah dan rakyat dalam menanggulangi bencana alam.
      Selain daripada itu aspek-aspek non fisik juga merupakan keharusan untuk ditingkatkan. The man behind the gun, adalah ungkapan yang bermakna bahwa manusia atau prajurit merupakan faktor penentu dalam memenangkan suatu perang. Kondisi moril yang dilandasi semangat pantang menyerah, keyakinan akan kebenaran perjuangan, rasa kebangsaan atau nasionalisme merupakan faktor non fisik yang menjamin suatu peperangan dapat dimenangkan. Kesatu, Keunggulan Moril. Keunggulan moril merupakan faktor penting dan melandasi militansi prajurit Kostrad. Keunggulan moril berpengaruh terhadap semangat juang prajurit dan dengan semangat juang yang tinggi para prajurit tidak akan mudah menyerah terhadap keadaan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas. Implementasi keunggulan moril terlihat dari rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dengan tetap berpedoman terhadap aturan maupun norma-norma yang berlaku di lingkungan prajurit. Kedua, Kekuatan Moral. Penghancuran kekuatan lawan merupakan tujuan perang, tetapi penghancuran fisik bukanlah satu-satunya ukuran keberhasilan dari peperangan karena meskipun kekuatan fisik lawan dapat dihancurkan tetapi apabila masih terdapat kekuatan moral maka perlawanan masih dapat terus dilanjutkan dan pihak yang berperang tersebut belum dapat dinyatakan kalah. Ketiga, Kekuatan Kultural. NKRI dibangun di atas perbedaan-perbedaan kultur dan adat istiadat yang lahir karena perbedaan suku, agama, ras dan perbedaan lainnya. Persamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah telah menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut untuk selanjutnya dideklarasikan dalam bentuk Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda menandai terbentuknya bangsa Indonesia yang menjadi landasan bagi kelanjutan perjuangan mendirikan negara Indonesia meredeka. Sejarah tersebut menjelaskan bahwa perbedaan kultur merupakan perekat bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. 
       Disamping ciri khas yang selaras dengan kultur bangsa sendiri, sebagai militer profesional Kostrad juga harus memiliki kultur yang dianut secara universal, yaitu : Kesatu, Disiplin. Disiplin sebagai ciri khas utama seorang militer harus senantiasa ditunjukkan dan diimplementasikan oleh setiap prajurit Kostrad. Tanpa disiplin yang tinggi, maka prajurit-prajurit Kostrad tidak lebih dari suatu gerombolan bersenjata yang justru berbahaya bagi bangsa dan negara. Kedua, Jiwa Korsa. Militer yang baik adalah militer yang mempunyai jiwa korsa, kebanggaan satuan serta menjunjung kehormatan bersama. Jiwa Korsa dapat diartikan juga sebagai sikap persaudaraan sesama prajurit tanpa memandang pangkat, jabatan, asal maupun tugas satuan tersebut. Ketiga, Nilai-nilai Kejuangan. Kultur militer yang juga berlaku universal adalah nilai-nilai kepahlawanan yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Prajurit Kostrad bukan prajurit bayaran yang mengabdi hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi adalah prajurit yang atas kesadaran diri siap mengorbankan dan mengabdikan diri bagi kepentingan bangsanya. Keempat, Menghormati Hukum dan menghargai HAM. Pengakuan terhadap Hukum dan HAM serta mengimplementasikannya dalam pelaksanaan tugas juga merupakan kultur yang berlaku universal. Kelima, Etos kerja yang tinggi. Mengedepankan kembali etos kerja peduli, berbuat dan bertanggungjawab dengan keinginan yang kuat untuk melakukan setiap tugas dengan baik (paripurna) serta didukung dengan semangat berapi-api untuk menuntaskan setiap tugas yang diamanahkan.

Tantangan Tugas Kostrad ke Depan
       Kita menyadari bahwa keberhasilan Prajurit Kostrad dalam pelaksanaan tugas yang di alami pada masa lalu di setiap medan operasi tidak terlepas dari dukungan seluruh komponen bangsa Indonesia. Dukungan tersebut menjadikan para prajurit Kostrad lebih percaya diri dan memiliki motivasi yang tinggi untuk melaksanakan setiap tugas yang diberikan.
     Dukungan pemerintahan pada masa lalu terhadap Kostrad begitu responsif, sehingga menjadikan Kostrad sebagai pasukan elite yang selalu diandalkan dalam mengatasi konflik-konflik yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Secara umum dapat dikatakan semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada Kostrad saat itu dapat dilaksanakan dengan baik.
      Lambat laun peran tersebut mengalami distorsi sehingga menjebak TNI AD untuk terlibat dalam politik praktis. Berbanding terbalik dengan kenyataan di mana profesionalisme prajurit menuju ketitik nadir. Paska reformasi peran ini mendapat tekanan dari segala penjuru yang menuntut TNI AD kembali ke jati dirinya sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, tentara nasional dan tentara profesional. 
      Sesuai dengan paradigma baru TNI maka Kostrad menyelaraskan diri untuk tidak lagi mengulangi distorsi yang telah terjadi selama ini. Pembenahan secara simultan dan komprehensif. Hal ini dilakukan untuk terus menjamin kesiapan Kostrad dalam mengantisipasi tantangan tugas ke depan yang semakin komplek dan multidimensi.
       Walaupun disadari bahwa untuk membentuk dan menyiapkan satuan yang tangguh dan handal tersebut tidak segampang membalik telapak tangan. Hal ini memerlukan dukungan anggaran yang cukup besar. Dengan anggaran yang terbatas serta kondisi yang masih sederhana tuntutan tugas tidak dapat dielakkan. Melihat kondisi tersebut, prajurit Kostrad harus tetap mengedepankan semangat pantang menyerah dan seraya meningkatkan kemampuan perorangan maupun satuan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
      Menghadapi arus globalisasi dengan isu demokratisasi, penegakan hukum dan HAM serta lingkungan hidup menuntut setiap prajurit kostrad untuk selalu peka terhadap situasi dan kondisi lingkungan. Demikian pula perlunya peningkatan wawasan dan pengetahuan melalui pendidikan dan penugasan yang bervariasi. Pemahaman Pancasila dan doktrin-doktrin yang berlaku sebagai perwujudan jati diri prajurit TNI mutlak tertanam guna menangkal akses negatif dari pengaruh globalisasi tersebut. Perlu diyakini oleh setiap prajurit Kostrad bahwa isu yang dihembuskan bersamaan dengan globalisasi memiliki kepentingan dari kelompok / negara tertentu yang pada akhirnya menghendaki terjadinya disintegrasi bangsa. 
      Yang menjadi pertanyaan sampai sejauh mana kemungkinan kelibatan Kostrad dalam menghadapi dan mengantisipasi tantangan tugas yang kompleks dan multidimensi tersebut ? Kesatu, Sebagai warga negara Indonesia seharusnya memupuk dan mengembangkan nilai-nilai semangat dan perjuangan para pendahulu dengan wujud nyata berupa menggalak dan membina seluruh potensi komponen bangsa diminta atau tidak demi tetap menjaga integritas dan keutuhan kedaulatan NKRI pada setiap level / tingkatan. Kedua, Sebagai prajurit secara perorangan prajurit Kostrad harus memiliki kesadaran dalam menanamkan budaya belajar dan berlatih dimanapun dan kapanpun selama tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan kultur bangsa Indonesia. Ketiga, Prajurit Kostrad dalam hubungan satuan berupa menjalin kerjasama dan membina kemitraan yang sudah ada untuk dapat mendukung dan mencapai hasil yang terbaik dalam setiap tugas yang diamanahkan. Keterbatasan anggaran dan material hedaknya diimbangi dengan kreatifitas dan kemauan untuk berbuat walaupun dalam kuantitas kecil namun dengan kualitas terbaik.
Kesimpulan
      Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan betapa penting dan strategisnya posisi Kostrad di dalam menegakkan keutuhan dan kedaulatan NKRI sebagai berikut :
Kesatu, Pengabdian bangsa Indonesia yang juga bagian pengabdian Kostrad adalah merupakan suatu kesinambungan yang utuh, arah dan tujuannya ditentukan oleh bangsa Indonesia sendiri, bukan oleh bangsa lain atau sekelompok masyarakat yang tidak konsisten dengan cita-cita kemerdekaan. Kedua, Perlu disadari bahwa berbagai konflik yang terjadi di tanah air tidak terlepas dari intervensi kepentingan asing yang disebut kepentingan universal maupun kepentingan fragmental dari anak bangsa sendiri yang sempit, sesaat dan di luar koridor kepentingan nasional. Ketiga, Mari kita bangun persatuan dan kesatuan bangsa yang dilandasi semangat persaudaraan bangsa yang tulus serta dilandasi pula nilai-nilai moral kejuangan untuk menjawab berbagai permasalahan bangsa. Keempat, Tingkatkan wawasan kebangsaan sebagai prasyarat terwujudnya integrasi bangsa dan sinergitas kekuatan. Kelima, Waspadai pihak-pihak tertentu yang selalu berusaha merobohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik itu berasal dari dalam maupun luar negeri. Keenam, Dengan kemampuan dan di tengah-tengah keterbatasan dukungan anggaran yang ada, Kostrad dengan segenap sumber daya yang dimiliki tetap eksis di dalam upaya menjadikan satuan Kostrad yang profesional.

Penutup
      Akhirnya, di usia ke-48 tahun ini, Kostrad saat ini dan ke depan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang disesuaikan dengan tuntutan tugas dan kemungkinan pelibatan Kostrad serta diselaraskan dengan kepentingan dan kesejahteraan bangsa, serta dengan segala kemungkinan dan keterbatasan yang ada maka Kostrad siap menjaga keutuhan dan kedaulatan dimanapun bertugas dan berada dengan kesediaan dan ketulusan untuk berbuat yang terbaik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai.

DIRGAHAYU KE-48 KOSTRAD !!

SOSIALISASI NPWP DAN SPT TAHUN 2009


      Bertempat di Ruang Mandala Makostrad Kepala Keuangan Kostrad Letnan Kolonel Cku Yus Adi Kamrullah membuka kegiatan sosialisasi NPWP dan SPT Tahunan 2009. kegiatan yang dilaksanakan ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan pemerintah melalui UU No 37 Tahun 2007 tentang wajib pajak bagi setiap warga negara yang telah memiliki Penghasilan Kena Pajak ( PKP ) yaitu bagi mereka yang mempunyai penghasilan dari satu pemberi kerja.
 
      Selanjutnya kegiatan sosialisasi NPWP dan SPT Tahunan 2009 dijelaskan oleh Bp.Krisna dari Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Gambir 1 dalam penjelasannya menurut ketentuan UU tentang Pajak bahwa setiap warga negara yang telah memiliki penghasilan yang harus kena pajak wajib untuk membayar pajak, bagi mereka yang berpenghasilan bruto 60 juta rupiah setahun diwajibkan mengisi blangko SPT Tahunan 1770 SS, wajib Pajak yang dapat menggunakan formulir 1770 SS ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan pekerjaan bebas baik karyawan swasta maupun PNS/TNI yang menerima penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto setahun tidak lebih dari Rp 60 juta dan tidak mempunyai penghasilan lainnya kecuali bunga bank dan/atau bunga koperasi, Wajib Pajak wajib melampirkan formulir 1721-A1 atau formulir 1721-A2 sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari SPT 1770 SS. sedangkan bagi mereka yang berpenghasilan lebih dari 60 juta rupiah setahun mengisi blangko SPT Tahunan 1770 S, Bagi mereka yang berpenghasilan double/suami istri maka mengisi blangko SPT Tahunan 1770 S-1. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya
 
      Kegiatan ini diharapkan dapat memberi contoh kepada masyarakat bahwa ketentuan tentang pajak ini berlaku bagi semua warga negara termasuk aparat / pejabat negara sekalipun, aparat saja juga wajib bayar pajak. batas waktu pengembalian SPT Tahunan adalah tanggal 31 Maret 2009 keterlambatan pemberitahuan akan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp.100.000,00( seratus ribu rupiah ). 

      Dalam kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh Pamen dan Pama Kostrad serta PNS Golongan III sebanyak 100 orang, selain ceramah kegiatan dilanjutkan dengan aplikasi pengisian blangko SPT Tahunan 1770 SS, Kegiatan ini diakhiri dengan dikumpulkannya blangko SPT Tahunan yang telah diisi oleh peserta/wajib pajak.



SEJUMLAH PERWIRA KOSTRAD TERIMA KENAIKAN PANGKAT


      Bertempat di ruang Mandala sejumlah Perwira Kostrad menerima kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. Acara Laporan Korps Kanaikan Pangkat tersebut berjalan dengan hidmat dan penuh suasana kegembiraan (1/4). Pangkostrad, Letjen TNI George Toisutta dalam amanatnya mengatakan, bahwa kenaikan pangkat seorang prajurit merupakan penghargaan dari negara dan bangsa atas prestasi dan dedikasi yang telah ditunjukkan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab jabatan yang diembannya. 

      Oleh karena itu, bagi prajurit yang mendapatkan kenaikan pangkat memiliki kewajiban moral untuk dapat mempersembahkan karya pengabdian yang sangat berkualitas. Selain itu juga, harus diyakini bahwa makna yang lebih dalam yang terkandung pada peristiwa kenaikan pangkat itu merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus diterima dengan penuh rasa syukur.

      Pada kesempatan itu, Pangkostrad juga mengatakan, bahwa tugas-tugas ke depan bagi seorang prajurit tidak semakin ringan. Untuk menghadapi tugas-tugas yang berat itu diperlukan daya inovatif, antisipatif, kreatif dan daya tanggap di atas landasan pemikiran yang berorientasi pada pencapaian tugas pokok secara optimal sesuai aturan yang berlaku. Oleh karenanya kehadiran para Perwira diharapkan dapat memberikan karya-karya terbaik bagi kepentingan satuan dan tampil menjadi sosok panutan yang dapat dibanggakan bagi satuan dan anak buah serta lingkungannya, dengan mengaktualisasikannya secara benar dan baik terhadap diri maupun lingkungannya, sehingga dalam sanubari tertanam suatu pemahaman dan sikap bahwa kenaikan pangkat hanya diberikan kepada prajurit yang berprestasi dan berhak menerimanya. Stratifikasi kenaikan Perwira tersebut terdiri dari : Letkol ke Kolonel sebanyak 7 orang, Mayor ke Letkol sebanyak 3 orang, Kapten ke Mayor 22 orang dan Lettu ke Kapten sebanyak 57 orang serta Letda ke Lettu 67 orang.
     
      Hadir dalam acara Laporan Korps Kenaikan Pangkat tersebut adalah Kaskostrad, Pangdivif-1 Kostrad, IR Kostrad, Asren Kostrad dan para Asisten Kaskostrad serta para Kabalak Kostrad.


31 Maret 2009

BUKAN JABATAN, MELAINKAN JIWA


Tentara itu jiwa, Presiden itu jabatan.
Menjadi tentara tidak sama dengan menjadi Bupati, Gubernur, Menteri atau Presiden. Jabatan Presiden akan ditinggalkan dan meninggalkan (dengan paksa) orang yang menyandangnya, sedangkan ketentaraan adalah jiwa yang menyatu dengan manusianya, adalah ruh yang tak bisa dicopot kecuali oleh pengkhianatan dan ketidaksetiaan, adalah kepribadian yang mendarah daging sampai maut tiba.
Jabatan sangat disukai oleh manusia yang menyandangnya, tetapi sangat bisa jadi jabatan diam-diam tidak menyukai manusia yang menyandangnya. Tetapi jiwa ketentaraan adalah cinta dan kebanggaan yang menangis jika manusianya mengkhianatinya, dan manusia yang mengkhianati jiwa ketentaraan itu tidak memiliki kemungkinan lain kecuali terjerembab ke jurang kehancuran. 
Orang dengan jabatan akan mengalami post power syndrome, tetapi orang dengan jiwa ketentaraan tidak mengenal kata 'post', tidak mengenal 'bekas' atau mantan. Tentara boleh tidak bertugas lagi, boleh menjadi veteran, tetapi itu hanya urusan administrasi dan birokrasi formal, sedangkan kepribadian ketentaraannya tidak bisa dikelupas dari manusianya meskipun oleh kematian. 
Dengan pemahaman seperti itu, maka andalan utama Prajurit dalam bermasyarakat bukanlah jabatan dan kekuasaan, bukanlah kegagahan dan kekuatan, melainkan kesetiaan dan sikap yang penuh perhatian kemanusiaan.
Prajurit Pangkat dan Prajurit Kepribadian 
Prajurit memiliki dua pemaknaan. Pertama makna jasad, kedua makna rohani. Dalam pemaknaan jasad, prajurit dibedakan dari perwira. Tetapi di dalam makna rohani, prajurit adalah rohani kepribadian. 
Kepribadian Prajurit Sejati tidak berkaitan dan tidak berbanding lurus dengan tingkat kepangkatan. Seorang prajurit dalam arti kepangkatan tidak melogikakan makna bahwa ia kalah sejati keprajuritannya dibanding perwira. Seorang Jenderal bisa kalah sejati keprajuritannya dibanding seorang Kopral. 
Kata Prajurit Sejati adalah gelar kepribadian, bukan mengindikasikan tinggi rendahnya pangkat. 
Bahkan sesungguhnya kata "Prajurit" tidak bisa dipisahkan atau malah mungkin tidak memerlukan kata "Sejati", sebab kalau ia tidak sejati maka ia bukan prajurit. 
Seorang prajurit bukan hanya "sebaiknya" berkepribadian sejati, melainkan "harus" dan "pasti" sejati. Sebab keprajuritan adalah keteguhan mempertahankan prinsip, keberanian menegakkan keyakinan, serta "ketenangan jiwa" untuk meletakkan kematian pada harga yang tidak lebih mahal dibanding keyakinan akan kebenaran.
Prajurit Sejati tidak menangis oleh kematian, ia hanya menderita oleh pengkhianatan dan ketidak-setiaan.
Dengan demikian bekal utama Prajurit dalam membaurkan dirinya ke tengah masyarakat bukanlah keunggulan dan kehebatan, melainkan keteladanannya dalam keteguhan memegang prinsip, keberaniannya menegakkan kebenaran, ketenangan jiwanya dalam membela nilai-nilai yang baik di antara sesama manusia. 
Keperwiraan adalah Watak Prajurit 
Bahkan sesungguhnya kata, idiom atau istilah "perwira", "perwiro", "keperwiraan", diambil dari tradisi watak prajurit. 
Ada kata lain dari bahasa lain yang mengindikasikan watak itu, misalnya "gentle", "gentleness". Bahasa Indonesia belum menemukan padanan popular dari kata "keperwiraan", sering orang menggunakan idiom "kejantanan" - tetapi secara budaya kata ini kurang adil, karena "jantan" indikatif terhadap lelaki. "Jantan" terpaksa diakronimkan dengan kata "betina". Hal ini menumbuhkan subyektivisme bahwa keperwiraan seolah-olah hanya milik kaum lelaki, sehingga segala yang tidak perwira disebut "betina".
Pada kenyataannya tidak sedikit kaum wanita yang berwatak "jantan" dan banyak juga kaum lelaki yang "betina". Maka Bahasa Indonesia sebaiknya meminjam kata "perwira" saja dari peradaban bahasa yang lebih tua. 
Keperwiraan, watak prajurit itu, sesungguhnya menjelma dalam berbagai bidang kehidupan atau wilayah sosial. 
Keperwiraan berpangkal pada kejujuran dan berujung pada keadilan. 
Di dalam wilayah hukum, perwira disebut adil.
Di wilayah moral, perwira disebut jujur.
Di wilayah olahraga, perwira disebut sportif.
Di wilayah budaya, perwira adalah kerendahan hati.
Di wilayah ilmu, perwira disebut obyektif.
Di wilayah cinta, perwira disebut setia.
Di wilayah ketuhanan, perwira adalah kepatuhan. 
Maka kehadiran utama Prajurit di tengah masyarakat adalah kepeloporannya di dalam menegakkan watak adil, jujur, sportif, rendah hati, obyektif, setia dan patuh kepada nilai-nilai sejati. 
Sarjana Utama, Pendekar, Empu
Jika seseorang berhasil mencapai watak perwira, atau jika seorang perwira sukses mempertahankan kesejatian keprajuritannya, ia adalah Sarjana Kehidupan. 
Jika prajurit yang perwira diuji digembleng dihajar oleh pengalaman-pengalaman khusus, sehingga ia layak berada di dalam barisan Pasukan Khusus: ia adalah Sarjana Utama Kehidupan. Ia seorang Doktor Pengalaman. 
Kesarjanaan dan ke-Doktor-annya tidak terlalu substansial kaitannya dengan pangkat, terlebih lagi dengan jabatan. Kesarjanaan Prajurit dengan keperwiraannya bukan suatu benda yang menempel di badan atau pakaiannya, bukan pula ditandakan oleh kursi yang didudukinya: melainkan watak, karakter, jiwa, yang sudah menyatu dengan aliran darahnya, denyut nadinya, tarikan nafasnya, ekspresi wajah dan sorot matanya, serta dengan seluruh tata nilai dan pola perilaku kehidupannya. 
Jika seorang Prajurit dengan kadar keperwiraannya diletakkan pada suatu tingkat kepangkatan, maka pangkat itu tidak menambah kesejatian keprajuritan serta keperwiraannya, melainkan pangkat itu menguji keprajuritan dan keperwiraannya. 
Jika seorang Prajurit dengan wibawa keperwiraannya dijunjung di atas kursi jabatan, maka jabatan itu tidak punya potensi untuk membuat keprajuritan dan keperwiraannya menjadi lebih terpuji, karena justru jabatan adalah medan uji bagi keprajuritan dan keperwiraannya. 
Maka seorang prajurit, seorang Perwira, yang adalah Sarjana Utama, Doktor, Empu Kehidupan: jika menempati suatu jabatan, ia tidak tergiur oleh jabatan itu, karena keprajuritan dan keperwiraan jauh lebih mahal dari jabatan setinggi apapun. Ia menjalankan tugas jabatannya tidak untuk membanggakannya, melainkan untuk membuktikan kesetiaan keprajuritannya dan kesejatian keperwiraannya bagi manfaat yang seluas-luasnya bagi bangsa, Negara dan masyarakatnya. 
Jika seorang Prajurit dengan keperwiraannya memperoleh kesempatan hidup untuk memiliki kekayaan dan harta benda yang berlimpah, maka limpahan harta itu tidak menambah apapun atas kesejatian keprajuritan dan keperwiraannya, kecuali jika harta itu ia dayagunakan untuk keperluan-keperluan kemasyarakatan yang luas. 
Maka kebanggaan Prajurit di dalam kehidupan bermasyarakat bukanlah pangkatnya, jabatan dan atau kekayaannya, melainkan bukti-bukti kesejatian keprajuritannya dan praktek-praktek keteguhan keperwiraannya. 
Bias dikhotomi Sipil-Militer
Masyarakat prajurit sampai sejauh ini masih dirugikan atau menjadi korban dari bias subyektif dikotomi pengertian antara Sipil dengan Militer. Terdapat pandangan umum yang berlaku tidak hanya di masyarakat umum namun juga di peta wacana kaum intelektual dan aktivis yang paling modern pun, yang merupakan salah kaprah berkepanjangan. Semacam stigma psikologis dengan pemaknaan yang tidak sportif, di mana Sipil selalu dianggap positif sementara Militer selalu diindikasikan negatif. 
Idiom cita-cita besar bangsa Indonesia "Masyarakat Madani" dengan sangat simplifikatif diterjemahkan atau disinonimkan dengan "Masyarakat Sipil", merekrut wacana dari luar negeri tentang "Civilian Society". Akronimnya sudah pasti "Masyarakat Militer", atau lebih ekstrim lagi: Masyarakat yang militeristik. 
Bias ini lebih parah ketika menjadi pandangan umum bahwa orang sipil itu tidak memiliki sifat militeristik, sementara prajurit atau tentara dianggap pasti berwatak militeristik. Orang sipil itu "baik", militer itu "jahat". Sipil diidentikkan dengan kedamaian dan kelembutan, militer diasosiasikan dengan kebrutalan dan kekerasan. 
Pandangan umum memahami Sipil dan Militer sebagai identitas dan tidak sebagai substansi. Seorang prajurit bisa justru sangat berperilaku sipil dalam kehidupan nyata di masyarakat, dan pada saat yang sama sangat mungkin dan sangat banyak contoh manusia sipil justru berwatak militeristik. 
Masyarakat umum maupun kaum intelektual belum berhasil memahami ilmu yang paling sederhana: bahwa tulang itu keras, harus keras maka ia bernama tulang, dan kerasnya tulang tidak bisa diterjemahkan menjadi "tulang adalah pro kekerasan". 
Bahwa daging harus lembut, bahwa darah harus cair, bahwa udara tak bisa ditusuk atau ditembah. Manusia dan kehidupan memerlukan sekaligus tulang, daging, darah dan nafas, dengan posisi dan fungsinya masing-masing. Demikianlah juga Negara memerlukan Kaum Sipil dan watak sipil, serta membutuhkan Kaum Militer dan watak militer, pada porsi, proporsi dan fungsinya masing-masing. Darah jangan anti tulang, tulang jangan anti daging, daging jangan anti nafas, nafas jangan anti tulang. 
Di tengah bias umum bahwa Sipil adalah "Malaikat" dan Militer adalah "Iblis", ada kemungkinan sebaiknya kata "Militer" tak usah dipakai saja. Sebab kalau kata militer diteruskan menjadi "militerisme", maka maknanya sangatlah negatif. Sementara kalau kata perwira diteruskan menjadi "perwiraisme" maka maknanya sangat positif. 
Maka salah satu nilai yang paling harus dibuktikan oleh setiap Prajurit kepada masyarakatnya adalah bahwa kaum prajurit tidak kalah lembut dibanding manusia sipil, bahwa keprajuritan bukanlah militerisme, bahwa ketentaraan bukanlah kekerasan kepada manusia dan masyarakat, serta bahwa pelatihan-pelatihan keras kaum prajurit hanyalah diperuntukkan bagi fungsi menjadi Benteng Negara, pelindung masyarakat, pagar keamanan dan dinding penjaga ketenteraman. Benteng, pagar dan dinding tidak boleh lembut atau lembek, ketika berfungsi sebagai benteng, pagar dan dinding.
Antara Nasionalisme dan kesejahteraan 
Tema yang saya tulis dengan airmata adalah dilema pelik yang dialami oleh Prajurit Indonesia antara kewajiban kepeloporan Nasionalisme dengan kenyataan kesejahteraan bagi institusi ketentaraan maupun bagi keluarga-keluarga para Prajurit. Namun tema ini tidak mungkin bisa saya tuliskan dengan baik melalui susunan kata dan kalimat seperti apapun-sebab Kaum Prajurit bukan hanya jauh lebih mengetahui dan sangat mengerti persoalan ini, namun mereka mengalaminya dengan jiwa nelangsa di setiap siang dan malam, di setiap pagi dan sore, di setiap bulan dan tahun, bahkan di setiap menit dan detik, bersama keluarga-keluarga mereka masing-masing. 
Saya tidak berada pada posisi dan luang waktu untuk mengkritik siapapun dan pihak manapun dalam persoalan ini. Saya tidak akan melirik Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang bukan hanya Presiden tapi juga seorang Jenderal. Saya tidak akan menuding mereka di Majlis Rakyat atau Dewan Rakyat, juga tidak saya kecam siapapun dan institusi apapun dalam skala nasional maupun internasional yang selama menanam saham penderitaan di kalangan Kaum Prajurit Indonesia. Karena jika ada sesuatu yang bisa menolong keadaan ini, saya tidak akan mengatakannya, melainkan akan mengerjakannya. 
Yang pagi hari ini bisa saya bisikkan kepada para Prajurit Negeri dan Tanah Air bangsa Indonesia adalah kebanggaan saya kepada tingkat kesabaran dan ketabahan yang luar biasa di dalam jiwa Para Prajurit. Penghormatan saya kepada ketenteraman hati mereka untuk terus menerus menahan amarah, kepada keluasan jiwa mereka yang membuat mereka tidak mengamuk, serta ketangguhan mental mereka yang mampu memelihara kuda-kuda nasional mereka sebagai Prajurit-prajurit Sejati. 
Saya mohon ampun kepada Tuhan dan minta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa tahun-tahun terakhir ini sangat membuktikan di depan mata semua orang di negeri ini bahwa yang lebih suka marah-marah adalah kaum sipil, bahwa yang lebih sering tawur adalah masyarakat sipil, yang lebih suka berpecah belah dan bertengkar adalah golongan-golongan masyarakat yang bukan tentara. 
Tentara Indonesia, para Prajurit, adalah manusia puasa, di sisi rekannya yang tiap hari menjadi manusia kenduri. Makhluk yang paling mulia di hadapan Tuhan adalah manusia yang berpuasa. Puasa manusia adalah hidangan paling lezat yang disantap oleh Tuhan. Dan sesungguhnya hanya manusia puasalah yang mengerti nikmatnya berbuka puasa. Mereka yang profesinya kenduri tiap hari tak akan pernah merasakan kenikmatan yang dirasakan oleh orang berpuasa yang berbuka meskipun sekedar semangkuk kolak ketela. 
Hanya kata-kata terakhir itulah jendela hati yang mampu kubukakan bagi para Prajurit Sejati yang aku cintai. 



OKTOBER 2009 TARGET PENATAAN BISNIS TNI


      Tim Supervisi Transformasi Bisnis (TSTB) TNI pada tanggal 17 Januari 2008 di Jakarta mengeluarkan press release. Atas nama Pemerintah, mereka menyatakan bahwa selama tahun 2005 sampai dengan 2007 telah bekerja melakukan inventarisasi aktivitas-aktivitas bisnis yang ada di lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI menyangkut aspek hukum, status asset, perkiraan nilai asset, dan organisasi pengelolaan. 
      “Hasil inventarisasi tersebut perlu dikaji lebih mendalam dan komprehensif agar didapatkan rekomendasi kebijakan yang tepat, yang akan ditetapkan oleh Pemerintah sehingga amanat Undang-Undang TNI dapat dilaksanakan sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan,” ujar Said Didu, Sekretaris Kementerian Negara BUMN yang juga Ketua TSTB TNI yang ditugaskan mengalihkan unit bisnis TNI ke Pemerintah di sela-sela pelaksanaan Rapat Koordinasi Personel TNI tahun 2008 di Mabes TNI, Cilangkap.
       Penataan bisnis TNI merupakan salah satu agenda reformasi TNI yang sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian. Pemerintah dan TNI berkoordinasi untuk menyelesaiakan sesuai target waktu yang ditetapkan yaitu paling lambat Oktober 2009.
      Permasalahan yang dihadapi oleh aktivitas-aktivitas bisnis TNI sangat kompleks sehingga perlu penanganan secara komprehensif yang diakomodasi melalui suatu mekanisme serta payung hukum yang jelas agar target yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 dapat tercapai. Hal ini disebabkan oleh tenggat waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang hanya tinggal sekitar 640 hari sampai dengan Oktober tahun 2009. Mekanisme dan payung hukum ini telah direkomendasikan oleh TSTB TNI kepada Presiden melalui suatu konsep Peraturan Presiden tentang Pembentukan Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI. “Kita telah menyelesaikan konsep Peraturan Presiden tentang pembentukan Tim Nasional, dan telah disampaikan oleh Tim Pengarah kepada Presiden, saat ini sedang menunggu untuk membahas bersama konsep tersebut, Mengingat waktu yang cukup singkat, diharapkan Peraturan Presiden tersebut segera selesai sehingga Tim dapat segera bekerja,” tambah Said Didu.
       Pembentukan Tim Nasional didasari pada pertimbangan bahwa pemerintah memerlukan suatu Tim yang dapat bekerja secara fokus, sehingga komitmen TNI untuk menata seluruh unit-unit usahanya dapat berjalan lebih terencana, terukur, dan efektif. Departemen Pertahanan dan Mabes TNI akan meyakinkan seluruh pihak bahwa seluruh proses transformasi yang akan ditempuh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, dan akan mengupayakan seoptimal mungkin agar manfaat yang diterima oleh para prajurit tidak akan terganggu.   
       Lebih lanjut Said Didu menyatakan, ”Proses penataan aktivitas-aktivitas bisnis TNI harus dijalankan agar ke depan dapat dipastikan tidak ada lagi TNI yang berbisnis. TNI akan fokus pada pekerjaannya, sehingga profesionalisme TNI dapat diwujudkan sesuai amanat Undang-Undang, dan Pemerintah akan menyusun kebijakan yang tepat untuk pemenuhan kesejahteraan prajurit TNI.”





KETAHANAN PANGAN, MATI-HIDUPNYA SUATU BANGSA


Oleh Achmad Suryana dan Sudi Mardianto 

Meningkatnya harga bahan pangan pokok menjadi topik utama pemberitaan media massa cetak dan elektronik setiap memasuki bulan puasa dan menjelang hari-hari besar keagamaan. Untuk melukiskan kejadian tersebut, sebagian media massa memilih kata-kata hiperbola, seperti harga pangan mengamuk, melejit, membubung, meroket, tidak terkendali, dan lain-lain. 

Pada kejadian lain, saat kemarau tiba berita sawah kekeringan banyak menghiasi halaman depan media massa, dengan ungkapan: kita bakal menghadapi kerawanan pangan, atau produksi bakal merosot dan petani menjerit. 

Kedua contoh topik pemberitaan yang berulang setiap tahun tersebut membuktikan bahwa ketahanan pangan bangsa ini tetap menjadi perhatian masyarakat luas. Ketahanan pangan rumah tangga merupakan salah satu aspek pembangunan nasional yang tidak boleh diabaikan pemerintah, apabila pemerintah yang sedang berkuasa itu tidak mau menghadapi banyak masalah yang dapat muncul kemudian. 

Dalam sejarah Republik Indonesia, Presiden pertama RI, Sukarno menyadari betul betapa vitalnya ketahanan pangan ini bagi kelangsungan kehidupan bangsanya. Lima puluh tujuh tahun lalu, tepatnya 27 April 1952 dalam pidato pada acara Peletakan Batu Pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia di Bogor, Presiden Sukarno berucap "... apa yang saya hendak katakan itu, adalah amat penting, bahkan mengenai soal mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari ... oleh karena, soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat". 

Selanjutnya, dua pertanyaan penting disampaikan Bung Karno, yaitu: Cukupkah persediaan makan rakyat di kemudian hari? Jika tidak, bagaimana cara menambah persediaan makanan rakyat kita? Todongan Pistol? 

Dari penggalan pidato tersebut dapat diketahui bahwa Presiden Sukarno menyadari betul apabila negara tidak mampu menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya, maka akan timbul keresahan sosial yang pada akhirnya dapat mengganggu kestabilan ekonomi dan politik. Ironisnya, pemerintahan Presiden Sukarno pada tahun 1965 jatuh, salah satu pemicunya adalah membubungnya harga bahan pangan, khususnya beras. Peristiwa yang hampir sama terulang kembali pada saat jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu, dalam waktu dua bulan harga beras meningkat tiga kali lipat dan masyarakat kota menyerbu toko dan supermarket untuk memborong bahan pangan. 

Sejalan dengan catatan sejarah tersebut, tidak salah jika David Nelson, seorang kolumnis menulis di Newsweek pada bulan April 1996 yang mengatakan bahwa shortage of food can lead to a civil war (kekurangan pangan dapat menimbulkan perang saudara). Kegundahan Presiden Sukarno saat itu didasarkan pada analisis yang menunjukkan pada tahun 1952 terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan beras Indonesia. Pada saat itu, dengan jumlah penduduk sebanyak 75 juta dan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 86 kg (setara dengan 1.712 kkal/hari), maka kebutuhan beras dalam negeri mencapai 6,45 juta ton, sementara produksi beras nasional hanya mencapai 5,5 juta ton, maka terjadi defisit sebesar 0,95 juta ton (15% dari kebutuhan). 

Selanjutnya, Bung Karno memproyeksikan delapan tahun ke depan, yaitu tahun 1960. Dengan asumsi konsumsi beras per kapita tetap dan kemampuan memproduksi padi juga tetap, apabila penduduk bertambah delapan juta jiwa menjadi 83 juta tahun 1960, maka kebutuhan impor beras meningkat menjadi 2,2 juta ton (dengan tingkat konsumsi energi 1.712 kkal/hari). Apabila konsumsi energi yang ingin dipenuhi sesuai standar kecukupan (2.250 kkal/hari/orang), maka kebutuhan impor akan mencapai 6,3 juta ton, yang berarti 50 persen kebutuhan beras dipenuhi dari impor. Lantas, apabila kemampuan untuk memproduksi lemah dan devisa ataupun utang luar negeri untuk mengimpor tidak ada, maka rata-rata konsumsi energi per kapita akan menjadi 1.547 kkal/hari. Pada tingkat konsumsi energi seperti itu, orang tidak dapat hidup sehat, apalagi produktif.

Kondisi tersebut menurut Bung Karno akan menyebabkan "rakyat kelaparan, kocar-kacir dan menyedihkan secara permanen kuadrat". Dalam kalimat yang sangat tegas Bung Karno menyatakan ".... bahwa kita sekarang ini menghadapi hari kemudian yang amat ngeri, bahkan suatu todongan pistol 'mau hidup atau mau mati'...". 

Kondisi ancaman "todongan pistol" tersebut ternyata sampai saat ini masih relevan untuk tetap diwaspadai. Walaupun dalam 50 tahun produksi padi dapat ditingkatkan 5,9 kali lipat, (dari 5,5 juta ton tahun 1952 menjadi 32,5 tahun 2002), tetapi dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi (dari 75 juta menjadi 212 juta jiwa) dan peningkatan konsumsi beras per kapita per tahun yang besar (dari 86 kg menjadi 142 kg), maka Indonesia masih harus mengimpor beras sekitar satu juta ton, suatu jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan total kebutuhan. Sebagai perbandingan, satu juta ton beras impor tahun 2002 hanya sekitar tiga persen dari produksi domestik, sementara 50 tahun lalu jumlah itu setara dengan 15 persen. Fakta ini dapat dinilai sebagai prestasi dari para petani kita. 

Namun demikian, ancaman "todongan pistol" kerawanan pangan tersebut pada waktu yang akan datang masih tetap relevan apabila: (1) tingkat pertumbuhan penduduk tidak dapat diturunkan (saat ini 1,49 %/tahun), (2) kapasitas produksi pangan nasional tidak dapat dipelihara atau dipertahankan, antara lain karena konversi lahan yang tidak terkendali, dan (3) tingkat konsumsi beras/kapita tidak dapat diturunkan. 

Peningkatan 

Menghadapi persoalan pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya, dalam pidato tersebut Presiden Sukarno menguraikan upaya-upaya yang perlu dilakukan, yang ternyata masih sangat relevan hingga saat ini. Pada saat itu, Bung Karno mengatakan bahwa untuk meningkatkan produksi beras, upaya yang dapat dilakukan antara lain memperluas daerah pertanian di luar Jawa, mengintensivir (intensifikasi) usaha pertanian melalui pemupukan, seleksi benih unggul, dan memanfaatkan lahan kering dan ladang, dengan pengembangan perhewanan ternak (integrasi tanaman dengan ternak) dan mekanisasi. 

Menyadari pentingnya pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk, setiap pemerintahan sesudah era Sukarno tetap mempunyai perhatian penuh pada upaya-upaya peningkatan produksi pangan yang berbasis pada kekayaan sumber daya domestik. Pada era Presiden Soeharto, kita mengenal berbagai program intensifikasi pertanian yang dikemas dalam gerakan bimbingan massal (Bimas). Pada saat ini, Presiden Megawati Soekarnoputri membentuk Dewan Ketahanan Pangan sebagai forum koordinasi perumusan kebijakan dan evaluasi pemantapan ketahanan pangan; yang mencakup ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan; serta aspek mutu dan keamanan pangan. 

Dengan berlandaskan pada Keputusan Presiden No. 132 Tahun 2001, tentang Pembentukan Dewan Ketahanan Pangan, saat ini sudah 29 provinsi dan lebih dari 200 kabupaten/kota membentuk Dewan Ketahanan Pangan Daerah. 

Kembali pada upaya memantapkan ketahanan pangan untuk menghindari kondisi di bawah "todongan pistol mau hidup atau mati", secara umum ada dua kelompok besar upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah, bersama masyarakat. 

Pertama, peningkatan pasokan (produksi) dan penurunan permintaan (konsumsi) pangan. Peningkatan produksi pangan dapat dilakukan melalui: ekstensifikasi atau perluasan areal tanam, dengan arah pengembangan di Luar Jawa; rehabilitasi sarana irigasi yang saat ini ondisinya sudah sekitar 40 persen rusak; dan peningkatan indeks pertanaman melalui efisiensi
pemanfaatan air. 

Selain itu, peningkatan produksi pangan juga dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas atau intensifikasi seperti penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang, pengendalian hama terpadu, dan efisiensi pemanfaatan air. Kegiatan lain yang juga dapat menyumbang pada penyediaan pasokan dari domestik adalah pengurangan kehilangan hasil saat panen dan pascapanen melalui introduksi alat mesin pertanian, termasuk teknologi penggilingan padi. 

Kedua, adalah diversifikasi pangan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Diversifikasi produksi dilakukan melalui (a) pengembangan pangan karbohidrat khas Nusantara spesifik lokasi seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung dan lain-lain, (b) pengembangan produk (product development) melalui peran industri pengolahan untuk meningkatkan cita rasa dan citra produk pangan khas nusantara (image product) dan (c) peningkatan produksi dan ketersediaan sumber pangan protein (ikan, ternak) dan zat gizi mikro (hortikultura). 

Diversifikasi konsumsi pangan terkait dengan upaya mengubah selera dan kebiasaan makan. Karena itu, pokok kegiatan ini berupa peningkatan pengetahuan, sosialisasi, dan promosi mengenai pola pangan beragam, bergizi, berimbang. Pendekatan pengembangan diversifikasi konsumsi pangan jangan diidentikkan dengan ke-giatan pengentasan kemiskinan, tetapi merupakan upaya perbaikan konsumsi gizi dan kesehatan.

Dengan mengonsumsi pangan yang lebih beragam, bergizi, dan dengan kandungan nutrisi yang berimbang, maka kualitas kesehatan akan semakin baik. Hasil ikutannya adalah, konsumsi beras per kapita diharapkan menurun. Hasil ikutan ini sama pentingnya dengan pencapaian tujuan utamanya tadi. 

Apabila upaya-upaya tersebut di atas berhasil dilakukan maka: (a) produksi padi dan pangan sumber karbohidrat lain serta protein dan zat gizi mikro akan semakin meningkat, (b) konsumsi beras per kapita akan menurun, dan (c) kualitas konsumsi pangan masyarakat akan semakin beragam, bergizi dan berimbang.  

Dengan demikian pada akhirnya ketahanan pangan masyarakat Indonesia akan semakin  mantap, kita terlepas dari "todongan pistol" permasalahan pangan. Selain itu, negara ini akan didukung oleh manusia sehat dan produktif, sehingga mampu berkiprah sejajar dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain.